WILAYAH DAN TATA RUANG
BY : ERWIN NOGORI
Pengertian Tata Ruang
Menurut sujarto (2002) penjabaran rencana
penataan ruang suatu wilayah secara integral dari suatu kebijaksanaan dan
rencana pembangunan wilayah.
Landasan penataan ruang wilayah di indonesia
adalah undang-undang penataan ruang nomor 24 tahun 1992 tentang penataan rung.
Penataan ruang wilayah dilakukan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, setiap rencana tata ruang harus mengemukakan kebijakan makro
penataan ruang berupa:
A. Tujuan
pemanfaatan ruang
Tujuan pemanfaatan ruang adalah menciptakan hubungan
yang harmonis diantara berbagai subwilayah sehingga dapat mempercepat proses
tercapainya kemakmuran dan keterjaminannya kelestarian lingkungan hidup.
Menurut undang-undang tahun 2007 tujuan pemanfaatan ruang yaitu keterpaduan,
keselarasan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan,
kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum, dan
keadilan serta akuntabilitas.
B. Struktur
dan pola ruang wilayah
Pola pemanfaatan ruang wilayah adalah
tergambarnya pemanfaatan ruang secara menyeluruh.
C. Pola
pengendalian pemanfaatan ruang
Pola pengendalian pemanfaatan ruang adalah
kebijakan dan strategi yang perlu ditempuh agar rencana pemanfaatan ruang dapat
dikendalikan meunju sasaran yang diinginkan.
Rencana tata ruang wilayah kota memuat,
antara lain tersebut
a)
Tujuan
kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota.
b)
Rencana
struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan diwilayahnya yang
terkait dengan kawasan pedesaan dansistem jaringan prasarana wilayah kota.
c)
Rencana
pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan kawasan budidaya
kota.
d)
Penetapan
kawasan strategis kota.
e)
Arahan
pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka
penengah lima tahun.
f)
Ketentuan
pengendalian zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsensif
serta arahan sanksi.
PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN WILAYAH
1) Pembangunan
wilayah.
Pelaku dan pencipta kegiatan wilayah adalah
seluruh masyarakat yang ada diwilayah tersebut dan pihak luar yang ingin
melakukan kegiatan diwilayah tersebut. Pelakunya antara lain pemerintah pusat,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, investor asing,
pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, dan masyarakat umum.
Perencanaan pembangunan wilatah adalah suatu
pemanfaatan ruang wilayah dengan cara mengoptimalkan aktifitas serta fungsi
wilayah tersebut. Perencanaan tersebut dilihat dari aktifitas sumber daya
manusia (SDM), dan ketersediaan sumber daya alam (SDA).
Untuk mengidentifikasi wilayah pertumbuhan
suatu daerah, didasarkan pada faktor-faktor berikut:
a)
Pertumbuhan
ekonomi, dengan cara melihat angka pertumbuhan ekonomi dari satu waktu ke
waktu.
b)
Laju
pertumbuhan penduduk, dengan cara melihat angka pertumbuhan penduduk dari waktu
kewaktu.
c)
Perkembangan
pemukiman, dengan cara melihat perkembangan perubahaan penggunaan lahan menjadi
pemukiman.
d)
Tingkat
pendidikan dan pengetahuan masyarakat, dengan cara melihat perkembangan tingkat
pendidikan.
e)
Penggunaan
teknologi, dengan cara melihat perkembangan kemampuan teknologi yang digunakan.
f)
Budaya
dalam masyarakat, dengan cara melihat budaya yang berkembang dimasyarakat.
a. Pembangunan Pedesaan
Pembangunam pedesaan memiliki 3 unsur penting,
yaitu addanya pusat, wilayah pengaruh, dan jaringan tranportasi. Desa – desa
yang termasuk dalam jangkauan pengaruh pusat pertumbuhan disebut Desa
Hinterland ( HD ).
Pembangunan perdesaan seharusnya diarahkan kepada
hal – hal sebagai berikut :
1)
Pemantapan ketahanan pangan, maka peningkatan produksi dan
produktivitas sektor pertanian membutuhkan dukungan penyediaan prasarana fisik
pedesaan.
2)
Penciptaan kegiatan ekonomi lokal secara beragam.
3)
Peningkatan dan memperluas lapangan kerja.
4)
Penataan kelembagaan pedesaan, baik kelembagaan, ekonomi dan
sosial.
5)
Peningkatan partisipasi masyarakat.
6)
Meningkatkan pelestarian lingkungan hidup pedesaan.
b. Pembangunan Perkotaan
Pembangunan Perkotaan sejak
repelita 1 mulai terencana, namun masih terbatas pada kota besar sebagai Central Business District ( CBD ).
Indikator keberhasilan pembangunan Kota, yaitu tingkat perekonomian yang
merata, kelestarian lingkungan hidup, keseimbangan pembangunan, dan
optimalisasi pemanfaatan ruang.
Program pembangunan perkotaan
antara lain program perbaikan kampung ( Kampong Improvement Program ) ( KIP ).
Penyediaan sarana dan
prasarana kota diarahkan kepada penyelenggaraan fungsi kota, yaitu pengadaan
tempat tinggal, tempat bekerja, sistem transportasi, rekreasi. Prasarana
perkotaan meliputi jalan, jembatan, air bersih, ruang parkir dan taman kota.
Sarana perkotaan antara lain terminal, pasar, dan pemadam kebakaran. Fasilitas
layanan ekonomi terdiri atas Bank, pertokoan, hotel dan restoran. Fasilitas
pelayanan sosial, yaitu perumahan fasilitas pendidikan, kesehatan, keamanan,
olahraga dan rekreasi.
Pola pembangunan Kota
didasarkan atas hal – hal sebagai berikut :
1)
Aspek topografi ( Kota pegunungan, Kota dataran tinggi, kota
dataran rendah dan kota pesisir )
2)
Aspek kegiatan ekonomi yang menonjol ( Kota pariwisata, Kota
industri, dan Kota Perdagangan )
3)
Aspek tingkat perkembangan Kota.
Menurut Fakih
pembangunan adalah kata benda netral yang
maksudnya adalah suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha
yang meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, budaya, infrastruktur masyarakat
dan sebagainya
Menurut Galtung
Pembangunan merupakan upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia,
baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan
kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkuangan alam.
Menurut Katz
Pembangunan adalah pembinaan bangsa (National Building) perkembangan
sosial ekonomi.
Menurut Effendi
Pembangunan adalah “suatu upaya meningkatkan
segenap sumberdaya yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan
dengan prinsip dayaguna yang merata dan berkeadilan”.
Menurut Siagian,
Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan
yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa .
Menurut Rogers
Pembangunan adalahsuatu proses perubahan sosial dengan partisipatori
yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan
material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya
yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebihbesar yang
mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.
PRINSIP – PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN
·
Keadilan antar generasi
Prinsip ini mengandung arti bahwa
setiap generasi manusia di dunia memiliki hak untuk menerima dan menempati bumi
bukan dalam kondisi yang buruj akibat perbuatan generasi sebelumnya.
·
Keadilan dalam satu generasi
Prinsip ini merupakan prinsip yang
berbicara tentang keadilan di dalam sebuah generasi umat manusia dimana beban
permasalahan lingkungan harus dipikul bersama oleh masyarakat dalam satu
generasi.
·
Prinsip pencegahan dini
Prinsip ini mengandung pengertian
bahwa apabila terjadi ancaman yang berarti yang menyebabkan kerusakan
lingkungan yang tidak dapat dipulihkan maka ketiadaan temuan atau pembuktian
ilmiah yang konklusif dan pasti tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda
upaya - upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
·
Perlindungan keanekaragaman hayati
Prinsip ini merupakan prasyarat dari
keberhasilan implementasi prinsip keadilan antar generasi. Perlindungan
terhadap keanekaragaman hayati juga berarti mencegah kepunahan jenis keanekaragaman
hayati.
·
Internalisasi biaya lingkungan
Kerusakan lingkungan dapat dilihat sebagai biaya eksternal dari suatu
kegiatan ekonomi dan harus ditanggung oleh pelaku kegiatan ekonomi. Oleh karena
itu biaya kerusakan lingkungan harus diintegrasikan dalam proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumberdaya alam.
TEORI PEMBANGUNAN WILAYAH
Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling
sederhana. Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian
yaitu daerah yangbersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam
satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi.
Teori pertumbuhan jalur
cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun 1955. Pada intinya,
teori ini menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat.
Teori pusat pertumbuhan
dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli ekonomi Prancis), pusat
pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada
di permukaan Bumi.
Teori Pusat Pertumbuhan
Pusat
Pertumbuhan harus memiliki empat ciri sebagai berikut:
- Adanya
hubungan intern dari berbagai macam kegiatan hubungan internal sangat
menentukan dinamika sebuah kota.
- Adanya
unsur pengganda (multiplier
effect)
keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan
menciptakan efek pengganda. Maknanya bila ada permintaan satu sektor dari
luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut akan berpengaruh pada
peningkatan sektor lain.
- Adanya
konsentrasi geografis konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau
fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang
saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attraciveness) dari kota
tersebut.
- Bersifat
mendorong pertumbuhan daerah belakangnya sepanjang terdapat hubungan yang
harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan kota belakangnya
maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota belakangnya.
Teori Neoklasik
Teori Neoklasik dipelopori oleh Borts Stein (1964) kemudian dikembangkan
oleh Roman (1965) dan Stebert (1969).
Berikut
sumber-sumber perubahan pendapatan regional meliputi :
1.
Perubahan pengeluaran otonom regional (misalnya investasi dan pengeluaran
pemerintah)
2.
Perubahan tingkat pendapatan suatu daerah atau
beberapa daerah lain yang berada dalam suatu sistem yang akan terlihat dari
perubahan ekspor dari daerah i
3.
Perubahan salah satu di antara parameter-parameter model (hasrat konsumsi
marginal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat pajak marginal)
Teori Von Thunen
Von Thunen (1854) mengemukakan teori lokasi. Ide pokok dari teori Von
Thunen adalah sebagai berikut :
a. Petani yang berada dilokasi yang jauh dari
pusat pasar atau kota harus menempuh jarak cukup jauh untuk menjual hasil panennya.
b. Harga sewa lahan pertanian akan berbeda –
beda nilainya, tergantung pada tata guna lahannya.
Toeri Alfred Weber
Teori Lokasi Industri yang dikemukakan oleh Alfred
Weber adalah memperhitungkan beberapa faktor spasial (mengenai ruang/tempat)
untuk menemukan lokasi yang optimal dan biaya yang minimal untuk pembanguan
pabrik. Menurut Alfred Weber, faktor penentu lokasi Industri dapat digolongkan
menjadi dua faktor utama yaitu Faktor Regional dan Faktor
Aglomerasi/Deglomerasi.
1. Faktor Regional
Biaya Transportasi
Biaya Transportasi memegang peranan yang sangat penting
dalam menentukan lokasi industri. Berat barang yang diangkut dan jarak dari
pabrik ke pelabuhan atau jarak antara pabrik dan pusat distribusi mempengaruhi
biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Umumnya, lokasi yang dipilih adalah
lokasi dimana bahan baku dan bahan bakar mudah diperoleh.
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Tenaga Kerja atau labour cost juga merupakan
faktor terpenting dalam penentuan lokasi pabrik. Jika lokasi pabrik menguntungkan,
namun biaya tenaga kerja kurang baik (mahal), lokasi tersebut juga kurang cocok
untuk suatu lokasi industri. Mungkin pada industri tertentu akan lebih
cenderung ke lokasi dimana biaya tenaga kerja lebih rendah. Namun pada
dasarnya, kondisi ideal untuk suatu lokasi industri adalah lokasi yang memiliki
biaya tenaga kerja yang rendah dan biaya transportasi yang rendah juga.
2. Faktor Agglomerasi
dan Degglomerasi
Agglomerasi adalah terdapatnya faktor-faktor
yang membuat terjadinya pemusatan industri pada lokasi tertentu. Faktor-faktor
tersebut diantaranya seperti adanya sekolah-sekolah yang dapat dapat melatih
tenaga kerjanya, adanya perusahaan perbankan, perusahaan asuransi, rumah sakit
dan fasilitas pendukung lainnya.
Degglomerasi adalah faktor-faktor yang
menyebabkan pabrik/industri meninggalkan lokasi tertentu. Faktor-faktor
tersebut diantaranya seperti naiknya pajak daerah, berkurangnya tenaga kerja
yang terampil, kurangnya tanah untuk industri serta faktor-faktor yang
menyebabkan tingginya biaya operasional lainnya.
2) Pertumbuhan
Wilayah
Pusat pertumbuhan (growth pole) adalah suatu wilayah atau
kawasan yang pertumbuhan pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan
wilayah lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain di sekitarnya.
a.
Potensi Wilayah
Dalam mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan dapat dilakukandengan cara menginventarisir potensi utama yang ada di daerah tersebut. Misalnya, pulau Bali merupakan suatu wilayah yang memiliki potensial utama wisata alam dan sosial budaya.
b.
Teori Tempat Sentral (Central Place Theory)
Walter Cristaller, seorang ahli geografi
Jerman mengemukakan bahwa Teori Tempat yang Sentral ( Central Place Theory ) dalam bukunya Die Zentralen Orte In Suddeutschland ( 1933 ) mengungkapkan
berbagai dalil atau kecendrungan yang menentukan jumlah, besar, dan penyebaran
kota. Teori tempat sentral merupakan pengembangan teori lokasi yang sebelumnya
tela ada, yaitu Teori Letak Industri dari Alfred Weber ( 1909 ) dan Teori
Lokasi Pertanian dari Von Thunenn ( 1826 ). Teori Cristaller ini bertitik dari
letak perdagangan dan pelayanan dalam sebuah kota seperti, rumah sakit,
sekolah, bank dan sebagainya. Semakin besar pusat pelayanan atau perdagangan
maka semakin luas penduduk yang dapat terlayani. Sebaliknya, semakin kecil
semakin sedikit penduduk yang terlayani.
Tempat Sentral pada umumnya berupa Ibu Kota
Provinsi, Ibu Kota Kabupaten yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana yang
memadai sehingga dapat menarik penduduk sekitar untuk mengunjunginya. Sebagai
contoh Ibu Kota Provinsi menjadi daya tarik penduduk Kota kabupaten, Kota
Kabupaten menjadi daya tarik bagi penduduk Kecamatan, dan seterusnya. Semakin besar
ukuran wilayah pemukiman, maka jarak dan jumlah fungsinya bertambah.
c.
Teori Sektor
August Losch dalam bukunya yang berjudul The Economics Of Location ( 1954 )
mengemukakan teori penting, yaitu Teori Sektor. Losch bertolak dari kesamaan
topografi sebuah tempat yang berada di dataran sama seperti yang dikemukakan
oleh Charistaller dan mempelajari faktor – faktor yang menyebabkan terbentuknya
daerah – daerah ekonomi tersebut. Grafik ini menunjukan adanya jumlah permintaan
yang tinggi, sedangkan diwilayah pinggir permintaannya sedikit. Hal ini
disebabkan oleh kenaikan harga akibat naiknya biaya pengangkutan.
Losch juga mengadakan perhitungan berdasarkan
pengangkutan, biaya dan permintaan akan barang melalui perhitungan ini, dapat
dilakukan pembagian wilayah homogen menjadi daerah – daerah yang lebih
spesifik. Bentuk optimal wilayah pembagian ini adalah heksagon. Tiga daerah
terkecil dalam struktur heksagon adalah sebagai berikutb.
1) K
– 3
Sepertiga luas dari setiap wilayah masuk
kedalam wilaya heksagon. Jadi keseluruhan wilayahnya adalah tempat yang berada
dalam daerah heksagon atau K = 3. Struktur ini sesuai dengan apa yang disebut
Christaller sebagai prinsip pemasaran.
2) K
– 4
Daerah pusat dikelilingi oleh enam wilayah
pusat yang tidak terletak di sudut – sudut heksagon. Luas keenam wilayah
tersebut terbagi menjadi dua, setengah wilayah masuk kedalam wilayah heksagon
dan setengahnya lagi masuk ke wilayah daerah tetangganya. Jadi, nikai K adalah
sebagai berikut.
K = 1 + = 4
3) K
– 7
Daerah pusat dikelilingi oleh tujuh wilayah
pusat yang terletak di dalam pusat bangun heksagon. Jadi, nilai K = 1 + ( 6 x 1
) = 7. Menurut Christaller, daerah ini sesuai dengan prinsip administrasi.
Teori sektor dari Losch menyebutkan bahwa jaringan heksagon tidaklah sama
dengan penyebarannya. Menurut Losch, munculnya daerah pasar di sekeliling
setiap tempat sentral juga di pengaruhi oleh adanya jaringan daerah – daerah
pasar untuk setiap kelompok barang.
d.
Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini kali pertama dikembangkan oleh
Perroux sekitar tahun 1955. Ia melakukan pengamatan terhadap proses-proses
pembangunan. Menurut Perroux, pada kenyataannya proses pembangunan di mana pun
adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi
muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda
satu sama lain. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan ini
disebut sebagai pusat atau kutub pertumbuhan. Dari wilayah kutub pertumbuhan
ini, proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
Dengan kata lain, kutub pertumbuhan dapat memberikan imbas (trickling down
effect) bagi wilayah atau daerah di sekitarnya.
KONSEP PEMBANGUNAN WILAYAH
1.
Konsep
Wilayah Berbasis Karakter Sumber Daya yang Dimiliki
Beberapa
pendekatan pengembangan wilayah berdasarkan karakter dan sumber daya daerah
yang bersangkutan, antara lain dikemukakan sebagai berikut:
1. Pengembangan wilayah berbasis sumber daya
Konsep ini menghasilkan sejumlah pilihan strategi sebagai
berikut :
a.
Pengembangan wilayah berbasis
input namun surplus sumber daya manusia.
Tujuan
utama strategi ini adalah menciptakan lapangan kerja yang bersifat padat karya
dan mengupayakan ekspor tenaga kerja ke wilayah lain.
b.
Pengembangan wilayah berbasis input namun surplus
sumber daya alam .
Hasil
dari ekspor SDA ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengimpor produk yang
jumlahnya sangat terbatas di wilayah tersebut, misalnya barang modal, bahan baku,
bahan penolong, barang konsumsi atau jasa.
c.
Pengembangan wilayah berbasis
sumber daya modal dan manajemen .
Strategi pengembangan wilayah berdasarkan pengembangan
lembaga keuangan yang kuat dan pengembangan sistem manajemen yang baik, yang
dapat ditempuh oleh wilayah yang memiliki keterbatasan dalam hal modal dan
manajemen tersebut.
d.
Pengembangan wilayah berbasis
seni budaya dan keindahan alam.
Wilayah dengan potensi-potensi pantai dan pemandangan
yang indah, seni budaya yang menarik dan unik, dapat mengembangkan wilayahnya
dengan cara membangun transportasi, perhotelan dan restoran, indutri-industri
kerajinan, pelayanan travel, dan lainnya yang terkait dengan pengembangan
kepariwisataan.
2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas
unggulan
Konsep ini menekankan pada pilihan komoditas unggulan
suatu wilayah sebagai motor penggerak pembangunan, baik di tingkat domestik
maupun internasional. Contohnya
komoditas cengkih di sulawesi tengah dan sulawesi utara.
3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi
Konsep ini
menekankan pengembangan wilayah melalui pembangunan bidang ekonomi yang
porsinya lebih besar dibandingkan dengan bidang-bidang lain.
Contohnya minyak kelapa sawit di pulau sumatera.
4. Pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan
Peranan
setiap pelaku pembangunan menjadi fokus utama dalam pengembangan wilayah konsep
ini. Pelaku pembangunan ekonomi tersebut dapat dipilah menjadi lima kelompok
yaitu : usaha kecil/rumah tangga usaha lembaga sosial lembaga bukan keuangan lembaga
keuangan dan pemerintah.
2.
Konsep Pengembangan Wilayah berbasis Penataan Ruang
Pada
umumnya konsep ini lebih didasarkan pada penataan ruang wilayah, yang dirinci
ke dalam wilayah propinsi dan kabupaten, yaitu
a)
Pusat Pertumbuhan
Konsep ini menekankan pada perlunya melakukan investasi pada suatu wilayah yang
memiliki infrastruktur yang
baik. Hal ini cukup dimaksudkan untuk menghemat investasi prasarana dasar
dengan harapan perkembangan sektor unggulan dapat mengembalikan modal dengan
cukup cepat. Sementara pengembangan wilayah di sekitarnya diharapkan diperoleh
melalui proses tetesan (trickle down
effect) ke bawah. Di Indonesia, konsep ini diimplementasikan dalam
bentuk Kawasan Andalan.
Meskipun istilah kawasan andalan tidak sepenuhnya sama dengan konsep pusat
pertumbuhan namun penentuan kawasan andalan dimaksudkan sebagai kawasan yang
dapat menggerakkan perekonomian daerah sekitarnya melalui pengembangan sektorsektor
unggulan.
b)
Integrasi Fungsional
Konsep ini merupakan suatu alternatif pendekatan yang
mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di berbagai pusat
pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer.
c)
Pendekatan Desentralisasi
Pendekatan Desentralisasi
merupakan pendekatan yang di maksudkan untuk memperbaiki kelemahan pada
penerapan konsep pusat pertumbuhan.
3.
Konsep
Pengembangan Wilayah Terpadu
Konsep pengembangan wilayah terpadu pernah dilaksanakan
melalui berbagai ragam program pengembangan wilayah terpadu, yang pada asalnya
merupakan upaya pembangunan
wilayah-wilayah khusus yang bersifat lintas sektoral dan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah yang
relatif tertinggal.
Untuk
menentukan daerah – daerah yang tertinggal, terdapat berbagai indikator yang
digunakan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal ( KPDT ) menggunakan lima
indikator sebagai dasar penentuan daerah tertinggal di indonesia, yaitu :
a) Perekonomian
masyarakat.
b) Sumber
daya manusia.
c) Kemampuan
finansial.
d) Aksessibilitas.
e) Karakteristik
geografis.
Berdasarkan
indikator tersebut Kementerian PDT tahun 2004 mencatat setidaknya 199 daerah
yang tergolong daerah tertinggal di Indonesia ketertinggalan suatu daerah dapat
disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut :
a) Faktor
Kondisi Geografis.
b) Faktor
Kondisi Sumber Daya Alam.
c) Faktor
Sumber Daya Manusia.
d) Faktor
Sarana dan Prasarana.
e) Faktor
Bencana dan Konflik Sosial.
f) Faktor
Kebijakan
4.
Konsep
Pengembangan Wilayah Berdasarkan Klaster
Konsep pengembangan wilayah berikutnya yang mulai
dikembangkan di beberapa negara adalah pengembangan wilayah berdasarkan
klaster. Klaster diartikan sebagai konsentrasi dari suatu kelompok kerjasama
bisnis atau unit-unit usaha dan lembaga-lembaga, yang bersaing, bekerjasama,
dan saling tergantung satu sama lain, terkonsentrasi dalam satu wilayah
tertentu, dalam bidang aspek unggulan tertentu.
Tujuan dari
pengembangan wilayah model klaster adalah :
a)
Didapatkannya manfaat kesejahteraan,
kesempatan kerja, dan ekspor.
b)
Didapatkannya kesempatan untuk
mengembangkan inovasi dan perdagangan melalui jaringan kerja yang kuat
c)
Berkembangnya pasar dan jaringan kerja internasional
d)
Berkembangnya infrastruktur
pendukung
e)
Berkembangnya budaya baru dalam upaya-upaya kerjasama – dengan biaya
transaksi yang rendah
f)
Tumbuhnya generasi pengusaha-pengusaha lokal baru industri yang memiliki
sendiri usaha bisnisnya
g)
Berkembangnya
kemitraan dengan pemerintah
didasarkan atas saling ketergantungan
Untuk
mengembangkan klaster perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu sebagai berikut
:
a) Memahami
kondisi dan standar ekonomi kawasan.
b) Menjalin
kerja sama.
c) Mengelola
dan meningkatkan pelayanan.
d) Mengembangkan
tenaga ahli.
e) Mendorong
inovasi dan kewirausahaan.
f) Mengembangkan
pemasaran dan memberi label bagi kawasan.
Komentar
Posting Komentar